Sign up with your email address to be the first to know about new products, VIP offers, blog features & more.

[mc4wp_form id="5"]

Legenda Tapak Kuda Sembrani

By Posted on 0 3 m read 5.3K views

Di perbatasan Desa Pasigitan dan Leban ada sebuah sungai kecil berbatu bernama Kedung Doro yang melintasi kawasan desa wisata semangat berkuda dan bertani (Dewi Sembrani). Di salah satu klaster batu sungai tersebut terdapat beberapa cekungan yang berbentuk seperti tapak kuda.

Menurut babad Desa Pasigitan, cekungan mirip tapak kuda tersebut merupakan petilasan tapak kuda sembrani atau kuda sakti yang bisa terbang.

Pasca Majapahit runtuh, kerabat keraton yang bernama Ki Ageng Sigit yang berasal dari Pacitan melakukan pengembaraan selama 3 tahun hingga sampai di suatu padepokan bernama Seborongan yang dipimpin Nyi Sumirah. Nama lain Nyi Sumirah adalah Nyi Sendang Gubuk yang berasal dari Demak Bintoro.

Nyi Sumirah memiliki beberapa cantrik yang setia antara lain R munding, Nyi Sendang Sari (istri R Munding), R Gadung Mulyo, Nyi Ciranti (istri R Gadung Mulyo), R Noto Pawiro atau Ki Suring, Nyi Umi Kalsum (istri Ki Suring), R Pawiro Dumijat (Ki Lebur Saketi), dan Nyi Sumilah atau Nyi Sengik (istri R Pawiro Dumijat).

Ki Ageng Sigit terpikat kecantikan dan kesederhanaan Nyi Sumirah. Namun cintanya bertepuk sebelah tangan. Berkat kegigihannya dengan kali – kali mengungkapkan perasaannya, akhirnya Nyi Sumirah luluh juga meski menyampaikan beberapa syarat.

Syarat pertama, Ki Ageng Sigit harus mewujudkan bukit atau gunung untuk membentengi padepokannya. Syarat kedua, membuatkan saluran air untuk kemakmuran warga. Kedua syarat itu harus dipenuhi dalam waktu semalam.

Atas kehendak yang Maha Kuasa, terciptalah 4 bukit atau gunung yang mengelilingi daerah padepokan dan bermunculan sejumlah sumber mata air.

Di sebelah barat muncul gunung yang seperti payung hingga dinamai Gunung Sepayung. Ki Munding dan istrinya diminta untuk menempati dan merawatnya. Akhirnya dusun itu kini disebut Dusun Gunung Munding.

Di sebelah utara juga muncul gunung yang tampak asri hingga dinamai Gunung Sari. Di sebelah timur muncul gunung yang kemudian ditempati oleh Ki Suring dan sekarang dusun tersebut dikenal Dusun Suringgono. Di sebelah selatan muncul gunung berbentuk gentong hingga dinamai Dusun Gunung Gentong.

Karena di kaki gunung bermunculan mata air, Ki Ageng Sigit memerintahkan santrinya untuk membangun saluran air. Salah satu santrinya Ki Gadung Mulyo melihat tumbuhan menjalar dan berbunga sehingga daerah itu kini disebut Dusun Sekargadung.

Istri Ki Gadung Mulyo yang bernama Nyi Ciranti diminta untuk mengembangkan agama di sebuah dusun sebelah barat Dusun Sekargadung. Untuk menghormati jasa Nyi Ciranti, dusun itu kini dinamai Dusun Siranti.

Sementara santri Ki Ageng Sigit yang bernama Ki Sokib diperintahkan untuk mengembangkan pertanian di dusun yang ditumbuhi pohon bendo besar sehingga dusun itu dikenal dengan nama Bendo Sari.

Setelah menikah dengan Nyi Sumirah, Ki Ageng Sigit tinggal di Padepokan Seborongan. Pasangan itu senang memelihara binatang seperti kuda dan burung perkutut. Kuda betina yang menjadi tunggangan Nyi Sumirah diberi nama Dewi Sembrani.

Di depan padepokan tersebut ada tegalan atau lapangan yang sering dipakai untuk menggembalakan kuda dewi sembrani. Di tengah tegalan tumbuh pohon pakel besar sehingga tegalan itu disebut Tegal Pakel.

Kuda betina yang digambarkan bisa terbang itu sering dimandikan di sungai bebatuan yang mengalir di bawah padepokan. Karena sakti tapak-tapak kakinya bisa membekas di batu-batu besar yang ada di sungai tersebut. Baik Ki Sigit ataupun Nyi Sumirah juga sering mandi di sungai tersebut. Karena mereka berdua berasal dari bangsawan dan sering disebut ndoro maka sungai tersebut dinamai Sungai Kedung Doro.

Padepokan Seborongan kemudian berkembang menjadi ramai dan makmur. Untuk mengenang Ki Ageng Sigit, perkampungan tersebut kemudian diberi nama Pasigitan dan sekarang menjadi nama sebuah desa di Kecamatan Boja. (01).

Bagikan Artikel ini...